Landasan Pengembangan Kurikulum
Landasan Pengembangan Kurikulum mengacu beberapa aspek kehidupan. karena diharapkan sesuai dengan kebutuhan, baik sebagai personal, maupun tantangan zaman.
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 19, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. kurikulum memiliki tiga pengertian kurikulum, yakni kurikulum sebagai mata pelajaran, kurikulum sebagai pengalaman belajar dan kurikulum sebagai perencanaan program pembelajaran
Nana Syaodih Sukmadinata menyebutkan “Pengembangan kurikulum merupakan perencana, pelaksana, penilai dan pengembang kurikulum sebenarnya. Suatu kurikulum diharapkan memberikan landasan, isi, dan menjadi pedoman bagi pengembang kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan dan tantangan perkembangan masyarakat”(Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, 2009)
Pengembangan kurikulum memiliki dasar atau azas sebagai landasan pengembangan. Dimana Azas-azas kurikulum adalah prinsip-prinsip dasar yang masih bersifat umum yang digunakan sebagai dasar dari orientasi pengembangan kurikulum.
Landasan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Landasan atau azas kurikulum disebut Dasar-dasar landasan kurikulum umum (Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, 2009), Nasution menyebutkan istilah determinan kurikulum (Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, 1989).
Menurut Oemar Hamalik, Dasar-dasar landasan kurikulum umum berjumlah 6 terdiri dari filsafat, kemasyarakatan, kebudayaan, psikologi belajar, pertumbuhan dan perkembangan siswa, serta organisasi kurikulum. (Hamalik, 2009)
Nasution menyebutkan determinan kurikulum untuk azas-azas kurikulum terdiri dari empat determinan yaitu, determinan filosofis, determinan psikologis, determinan sosiologis, dan hakikat pengetahuan. (Nasution, 1989).
Adapun asy-Syaibani lebih menyebutkan dasar-dasar kurikulum pendidikan Islam secara khusus ada empat yaitu Dasar agama, Filsafat, Psikologi dan Sosial.(Syaibani, 1979).
Dari pendapat di atas, dasar pengembangan kurikulum pendidikan Islam terdiri 5 dasar pengembangan kurikulum yaitu agama, filsafat, psikologi, sosial, dan perkembangan pengetahuan. Adapun rinciannya sebagai berikut:
1. Landasan Agama
Dasar Pengembangan Kurikulum pertama yaitu Agama. Agama merupakan dasar atau landasan pertama kurikulum pendidikan agama Islam, maka sistem pendidikan harus meletakkan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada ajaran agama Islam. Sumber utama agama Islam, yaitu Al Qur’an dan Sunnah Nabi s.a.w. Kemudian sumber lain, seperti, ijma’, qiyas, Mashalihul Mursalah, dan Istihsan.
Maksud dari Kurikulum berlandaskan agama adalah kurikulum pendidikan yang membantu peserta didik untuk membina iman yang kuat kepada Allah, rasul-rasul, malaikat, kitab-kitab, qadha dan qadar, dan hari akhir. Juga berusaha menanamkan ruh atau jiwa yang kuat dalam melaksanakan syariat agama dan memiliki akhlak yang mulia, serta menambahkan kesadaran beragama dan menyempurnakannya dengan cara memiliki ilmu yang berguna bagi kehidupan di dunia dan akhirat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, kurikulum pendidikan Islam bersifat holistik atau menyuruh tidak terbatas ilmu-ilmu agama seperti tafsir, hadis, fiqih, dasar-dasar akidah, ilmu hadis, ulsul fiqih, nahu, saraf, balaghah, adab, dan lain-lain. juga semua ilmu yamg bermanfaat bagi agama dan kehidupan dunia seperti falsafah, tarikh, ilmu alam, ilmu falak, kedokteran, matematika, teknik, sains, fisik, dan ilmu-ilmu yang lainnya. Artinya Kurikulum pendidikan Islam mengajarkan semua ilmu yang berguna selama tidak menyalahi akidah dan akhlak
2. Falsafah
Dasar Pengembangan Kurikulum yang kedua adalah Falsafah atau pandangan hidup, yaitu sistem nilai dan berbagai norma yang disetujui, baik oleh individu maupun masyarakat suatu bangsa. Dari falsafah pendidikan, diperoleh gambaran ideal manusia yang dicita-citakan oleh masyarakat dalam bangsa yang bersangkutan.
Manfaat Falsafah dalam pengembangan kurikulum yaitu Berdasarkan falsafah pendidikan, akan dapat menentukan tujuan pendidikan nasional, yang selanjutnya mendasari tujuan institusional, tujuan kurikulum, dan tujuan instruksional.
Falsafah dengan tujuan pendidikan ibarat dua sisi mata uang yang saling tidak terpisahkan. Falsafah menjadi dasar dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikan. Tujuan-tujuan pendidikan ini dapat dicantumkan dan dirumuskan berdasarkan azas-azas Falsafah.
Dalam pengembangan kurikulum, para pengembang perlu memperhatikan falsafah yang ada di sekitarnya. Nasution membagi 3 falsafah yaitu falsafah Bangsa, falsafah lembaga pendidikan dan falsafah guru.(Nasution, 1989)
Fungsi falsafah Bangsa sebagai kerangka utama yang mengendalikan penyelenggaraan lembaga-lembaga pendidikan di negara bersangkutan dan pad akhirnya mempengaruhi semua keputusan dalam pengembangan kurikulum.
Falsafah lembaga pendidikan dalam pengembangan kurikulum bersandarkan pada falsafah bangsa dan sesuai misi dan tujuan nasional. Walaupun tidak menuntup kemungkinan falsafah lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan ada perbedaan dan memiliki keunikan tersendiri. falsafah lembaga pendidikan tak dimasukan pernyataan operasional atau hal-hal yang spesifik.
Falsafah guru konsisten dengan falsafah lembaga pendidikannya agar ia dapat membimbing peserta didij ke arah tujuan pendidikan seperti yang dirumuskan dalam kurikulum. guru harus memahami falsafah lembaga pendidikannya sebagai dasar dalam keterlibatannya pelaksanaan kurikulum. karena ada kemungkinan setiap guru menganut salah satu aliran filsafat yang utama yaitu idealisme, realisme, pragmatisme, dan eksistensialisme.
Falsafah pendidikan Islam tidak seperti falsafah umum yang dihasilkan oleh manusia, tapi falsafah Islam mempunyai karakter tersendiri dan perwujudan dari wahyu Allah, bimbingan Nabi dan para pemikiran terdahulu.
3. Psikologi
Dasar Pengembangan Kurikulum ketiga adalah Psikologi. Artinya dalam proses pengembangan kurikulum, perlu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Pertumbuhan artinya Pertumbuhan jasmani peserta didik, sedangkan Perkembangan artinya perkembangan rohani atau jiwa peserta didik seperti motivasi, pribadi, hubungan sosial, dan emosional.
Manfaat psikolog sebagai dasar pengembangan kurikulum, dimana kurikulum perlu menyesuaikan dengan tingkat perkembangan jiwa peserta didik. Bertolak dari pandangan ini maka kurikulum tidak dapat diseragamkan, akan tetapi kurikulum harus disesuaikan menurut tingkatan usia peserta didik, mengingat usia merupakan salah satu tanda untuk mendapatkan tingkatan perkembangan dan daya tangkap/daya serap siswa.
Nabi Muhammad SAW yang mengatakan: “Bicaralah dengan manusia sesuai menurut ukuran yang dapat dipahami oleh akal mereka”.
Pertumbuhan dan perkembangan manusia boleh di klasifikasikan kepada kognitif, psikologis, dan jasmaniah.(Langgulung, 2000).
Menurut Piaget, Tahap pokok perkembangan intelektual (kognitif) ada empat, yaitu :
- Tahap deria-motor (dari lahir sampai dua tahun)
- Tahap pra-operasi (dari dua sampai tujuh tahun)
- Tahap operasi konkrit (dari tujuh ke sebelas tahun)
- Tahap operasi formal (dari sebelas ke atas).
Adapun tentang jiwa manusia adalah Imam Ghazali menggunakannya dengan empat kata, yaitu : hati (qalb), roh (ruh), jiwa (nafs) dan akal (a’ql).
Kata Nafs menunjukkan manusia sebagai makhluk hidup. qalb yang digunakan untuk menunjukkan aspek perasaan manusia. Kata ruh biasanya menunjukkan suatu hakikat (realitas) yang abstrak yang mempunyai unsur ilahi yang berhubungan dengan manusia secara khusus. Sedang kata kerja ‘aql dipakai dalam al Qur’an untuk menyatakan pemahaman dan pemikiran.
4. Sosiologi
Dasar Pengembangan Kurikulum keempat adalah Sosiologis. Azas sosiologis adalah azas kurikulum yang didasarkan atas kepentingan-kepentingan masyarakat. Kurikulum harus sejalan dengan kepentingan masyarakat, dan kurikulum harus mampu memberikan jawaban terhadap kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat dan kurikulum adalah dua hal yang harus menyatu sehingga kurikulum harus dirancang untuk dapat merenspons kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Jika kurikulum tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat, maka kurikulum kehilangan ruhnya.
Adapun manfaat utama dari azas sosiologis adalah agar kurikulum dapat selalu direlevansikan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Hal ini penting disadari agar isi kurikulum yang terdiri dari bahan-bahan kajian senantiasa diperhatikan relevansinya untuk menjawab tuntutan-tuntutan masyarakat. Dalam kaitan ini dapat diperbandingkan hubungan kurikulum dengan kebutuhan masyarakat seperti hubungan hutan dengan pepohonannya atau hubungan ikan dengan kolam. Artinya kurikulum dapat menghasilkan SDM yang memang dibutuhkan oleh masyarakat. Masyarakat menjadi muara dari sekolah dan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat itulah yang digodok di sekolah, dan apa yang digodok oleh sekolah dan itulah yang diperlukan oleh masyarakat. Dengan demikian kurikulum dan masyarakat merupakan dua sisi yang saling berinteraksi dan memiliki saling ketergantungan yang tinggi.
Kemasyarakatan beranjak dari suatu masyarakat tertentu. Masyarakat merupakan suatu sistem, yakni sistem keyakinan, sistem nilai, sistem kebutuhan, dan sistem permintaan. Oleh karenanya, kurikulum yang dikembangkan harus berpijak dan relevan dengan masyarakat tempat kurikulum tersebut akan dilaksanakan.
Kebudayaan bukan hanya berupa material belaka, melainkan juga berupa sikap mental, cara berpikir, dan kebiasaan hidup. Kebudayaan mencakup berbagai dimensi, di antaranya keluarga, pendidikan, politik, ekonomi, sosial, teknologi, rekreasi, dan bantuan bagi kaum lemah. Semua dimensi tersebut hendaknya dipertimbangkan dalam proses pengembangan kurikulum.
5. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Dasar pengembangan Kurikulum kelima adalah perkembangan ilmu pengetahuan. Dasar ini berkenaan dengan materi yang akan disampaikan dalam kurikulum. Menentukan materi yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada. Sehingga dapat menentukan mana ilmu yang penting dikuasai oleh peserta didik.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi telah berpengaruh terhadap peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini nampak pada perubahan tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Akibat perubahan yang cepat, menuntut masyarakat belajar sepanjang sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian..