Psikologi

Mitos Otak

Mitos otak manusia menjadi hal perlu diketahui agar bisa memanfaatkan dengan maksimal. Otak manusia merupakan anugerah terbesar yang diberikan oleh Allah swt. Tempat pembeda antara Manusia dengan makhluk yang lainya. sekaligus sebagai identitas manusia.

“Jika ginjal Anda rusak, Anda dapat menggantinya dengan ginjal orang lain pada tubuh Anda, dan Anda masih tetap Anda yang dahulu. Walaupun ginjalnya Anda beli di India. Sekiranya otak Anda rusak, sekiranya Anda dapat membeli otak saya dan mencangkoknya di bawah batok kepala Anda, masihkah Anda adalah Anda yang dahulu? Jawabnya tidak. Anda sekarang menyimpan memori saya. Itu berarti Anda sudah menjadi saya. Transplantasi otak telah mengubah diri Anda.”

Itu tulisan dari Jalaluddin Rahmat di buku Belajar Cerdas: Belajar Berbasiskan Otak”.  Otak adalah organ yang merupakan “ jati diri kita”. Otak manusia kira-kira beratnya 1,5 kg, 78% air, 10% lemak, 8% protein, kurang dari 2,5% berat tubuh, menggunakan 20% energi tubuh, 100 miliar neuron, 1 triliun sel glial, 1000 triliun titik sambungan sinaptik, 280 kuintiliun memori, mengatur seluruh fungsi tubuh; mengendalikan kebanyakan perilaku dasar kita, dan menghangatkan tubuh.

Marian C. Diamond mengatakan bahwa “saya akan memberi tahu mereka tentang betapa dinamisnya otak mereka, serta kenyataan bahwa otak dapat berubah pada usia berapa pun, sejak lahir sampai akhir kehidupan. Otak dapat berubah secara positif jika dihadapkan pada lingkungan yang diberi rangsangan. Sebaliknya, otak dapat menjadi negatif jika tidak diberi rangsangan.

Ada dua mitos yang menyangsikan kehebatan otak yang dinamis dan keduanya dapat terpatahkan oleh penelitian ilmuwan, yaitu:

Mitos Otak Pertama : Sepenuhnya Otak ditentukan oleh Keturunan

Alasan ini sering digunakan oleh anak-anak yang gagal belajar, “Aku gagal karena memang otakku warisan dari orang tuaku, Mereka juga kayak begitu!, kalau dia berhasil karena orang tuanya orang-orang pintar”.

Sering terjadi seorang Anak menjadi bintang kelas kemudiaan dikaitkan dengan kecerdasan orang tuanya, hal ini meniadakan usaha yang dilakukan anak. Pendapat ini berdasarkan anggapan bahwa otak ditentukan oleh genetis, dan tidak bisa diubah oleh lingkungan.

Masih ingat “Lintang” anak pintar di film “Laskar pelangi”, ketika di SD, Dia anak yang cerdas menang di lomba cerdas cermat, tapi karena lingkungan tidak mendukung, akhirnya tidak bisa berkembang menjadi anak sukses, dan menjadi seorang buruh atau kuli di pasar.

Mitos ini diruntuhkan oleh Sebuah percobaan dilakukan terhadap 2 tikus, dimana satu tikus dimasukan ke kandang yang banyak mainan dan tantangan dan satu tikus lagi dimasukan ke kandang yang tidak ada mainan. Dua bulan kemudian, Hasilnya otak tikus yang berada di lingkungan yang kaya dengan permainan dan tantangan berkembang lebih baik daibandingkan tikus yang miskin permainan. Artinya Otak berkembang dengan baik jika berada di lingkungan yang mendukung.

Kedua, Mitos ini diruntuh oleh penelitian Spuzheim bahwa ukuran organ akan bertambah jika dilatih. Otot-otot akan membesar jika dikembangkan dengan olahraga. Otak itu seperti otot, otak akan berkembang jika sering digunakan dan dimanfaatkan.

Kesimpulannya bahwa pengaruh keturunan dan lingkungan adalah setengah-setengah. Kecerdasan berasal dari keturunan adalah potensi. Jika berada di lingkungan yang sesuai dengan potensi maka akan berkembang dengan baik, tapi jika berada di lingkungan yang tidak sesuai potensi, maka kecerdasanya tidak tidak akan lebih tinggi dari orang yang memiliki kecerdasan rata-rata.

Mitos Otak Kedua : Usia merusak Otak

Alasan ini digunakan dan dipertahankan oleh orang tua, “aku sering lupa karena faktor usia, makin tua, makin lemah daya ingatku”

Mitos ini berdasarkan anggapan bahwa ribuan, bahkan jutaan neuron (sel syaraf) mati setiap hari. Sehingga diumur 40 tahun, sekitar 40% neuron hancur. Karena neuron hancur maka menurun juga kapasitas otak untuk menerima, menyimpan, mengolah, dan megeluarkan informasi. Sering dikenal dengan isitlah “Orang tua itu menjadi Pelupa”.

Masih ingat Abdullah Muhammad Musa, kakek berumur 70 tahun asal jeddah, mampu menghafal al Quran. Atau Para Professor yang berusia lanjut, mereka masih mampu mengajar para mahasiswanya dengan baik.

Para peneliti menyebutnya “Crystalized Intellegence” (kecerdasan terkristal) yaitu kumpulan pengetahuan terspesialisasi selama bertahun-tahun yang berasal dari pengalaman hidup dan memerlukan ban memori yang besar, kemampuan verbal dan penilaian yang lebih canggih.

Artinya Mitos ini diruntuhkan oleh pendapat Jean Carper dalam Your Miracle Brain “yang penting ketika usia bertambah bukanlah ukuran otak atau berapa banyak sisa neuron yang masih hidup, tetapi bagaimana jaringan “kabel” otak dan bagaimana Anda memelihara atau meremajakan “pengkabelan (waring) otak Anda”.

Kedua,  Mitos ini diruntuhkan oleh pendapat Dr. Peter Davies, Otak yang sehat tidak terganggung penyakit tetap berfungsi dengan sangat baik sampai usia tua. Turunnya kemampuan mental pada orang tua disebabkan oleh penyakit.

Kesimpulannya, Walaupun usia bertambah, kemampuan otak akan tetap bertahan jika ditetap dipelihara melalui belajar dan tetap menjaga kesehatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Eksplorasi konten lain dari Yunandra

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca