Pengawas Madrasah dan PAIS Berintegritas
PEMBINAAN PENGAWAS MADRASAH DAN PAIS
Ada Harapan Besar bagi Pengawas Madrasah di lingkungan Kementerian Agama setelah mengikuti pembinaan yang diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian agama dan Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta selatan. Pembinaan pengawas madrasah memiliki tema Pengawas Pendidikan Berintegritas, dilaksanakan sehari penuh, dihadiri tidak hanya oleh para Pengawas madrasah, tapi kepala-kepala madrasah dan para guru madrasah.
Acara diawali dengan tugas inspektorat investigasi dan memaparkan hasil temuan beserta sangsi yang pernah diputuskan bagi pegawai di lingkungan kementerian agama. Termasuk menyampaikan hasil Investigasi terhadap tugas pengawas di dua provinsi. secara umum menggambarkan pengawas yang dianggap tidak berkualitas dan tidak profesional.
Kondisi tersebut tidak bisa disalahkan sepenuhnya kepada pengawas madrasah. ada faktor struktural dan kultural yang menyebakannya. Terlihat kebijakan pendidikan tidak memihak kepada pengawas madrasah dengan tidak adanya program-program pemberdayaan pengawas. Sedikit sekali pelatihan peningkatan kualitas pengawas. akhirnya pengawas madrasah disalahkan karena tidak bisa membina dan tidak lebih pintar dari kepala madrasah atau guru.
Perannya sebagai supervisor akademik dan manajerial di satuan pendidikan, mengisyaratkan bahwa pengawas madrasah sepantasnya berasal dari kepala sekolah atau guru. Pemenuhan terhadap persyaratan ini akan menjadi langkah awal dalam proses pemberdayaan pengawas. Selama ini rekrutmen pengawas sering diabaikan sehingga posisi pengawas dianggap posisi marjinal, sedikit dianggap posisi buangan atau sarana memperpanjang usia status pegawai negeri bagi para pejabat struktural yang masa pensiunnya sampai 55 tahun, dan sekarang bisa diperpanjang sampai 58 tahun. Sedangkan batas usia pensiun pengawas madrasah adalah 60 tahun.
Idealnya, peran pengawas bisa menjadi penyambung birokrasi dari struktural ke fungsional atau dari pejabat ke kepala madrasah atau guru dalam menginplementasikan sebuah kebijakan. Seperti penerapan kurikulum 2013, pengawas bisa menjadi mentor, supervisor, dan monitor di madrasah, dengan syarat pengawas madrasah disiapkan dan dibekali dengan pengetahuan yang cukup.
Jika biaya melatih guru 1 juta perorang maka biaya untuk melatih 40 guru adalah 40 juta, itu sebanding dengan melatih 1 Pengawas karena setiap pengawas wajib membina 40 guru.
Kalau anggaran pendidikan terbatas, maka fokus pemberdayaan pengawas, karena setiap pengawas memiliki tugas membina minimal 7 sampai 10 madrasah atau 40 sampai 60 guru. Jika biaya melatih guru 1 juta perorang maka jika 40 guru membutihkan anggaran 40 juta, itu sebanding dengan melatih 1 Pengawas yang pasti tidak perlu membutuhkan 40 juta. Bahkan tidak sebatas pelatihan tapi pengawas akan terus mensupervisi dan memonitor perkembangan guru secara berkelanjutan.
Pada kenyataaanya, pelatihan kurikulum 2013 langsung mengarah kepada guru atau kepala madrasah. Pelatihan diselenggarakan bagi guru berbentuk diklat yang diselenggarakan beberapa hari, dengan harapan ada perubahan di madrasah. Sering lupa bahwa pendidikan membutuhkam sebuah proses. Seorang guru yang telah terbiasa dengan gaya mengajar tertentu tidak bisa dirubah dengan satu atau dua hari pelatihan, bahkan sebulan. Karena perlu ada proses perubahan dengan monitoring yang berkelanjutan. disamping perlu perubahan mindset sebelum merubah suatu sistem.
Dalam kurikulum 2013, perubahan mindset menjadi materi pertama. Karena akan menentukan arah tujuan perubahan kurikulum 2013. Implementasi kurikulum 2013 melalui bimbingan teknis yang dilakukan dalam prakteknya tidak memberikan perubahan di madrasah atau sekolah. Sehingga muncul program pendampingan impelentasi kurikulum 2013. Tujuannya untuk memaksimalkan pelaksanaan kurikulum di sekolah atau madrasah.
Sebenarnya Pendampingan merupakan tupoksi pengawas sekolah/madrasah. Jika hirarki pembinaan dilaksanakan sesuai semestinya, akan mengirit anggaran yang cukup besar. Misalnya anggaran dialokasikan untuk melatih dan memberdayakan pengawas, maka pengawas memiliki bekal untuk melaksanakan pembinaan guru dan kepala madrasah dengan baik, yang itu merupakan tugas dan fungsinya sebagai pengawas.
Seringnya, Peran Pengawas dianggap penting ketika penandatanganan Surat Keterangan Melaksanakan tugas (SKMT). Karena SKMT menjadi syarat pencairan tunjangan prosional guru. Sehingga penghargaan pengawas hanya terbatas penghargaan materi, yaitu dihargai jika pengawas madrasah memberikan keuntungan materi, bukan dihargai karena keprofesionalannya.
Ada harapan besar ketika ada beberapa saran yang disampaikan oleh Inspektorat untuk membangun sistem kerja pengawas madrasah yang baik antara lain yaitu tidak efektif jarak antara tempat tinggal pengawas dengan madrasah binaannya, program rapat bulanan sebagai sarana meningkatkan kompetensi dan menyusun program kerja dan laporan kepengawasan, Pengawas pendidikan agama Islam tidak dapat dinilai angka kreditnya, Pengawas tidak berasal dari Guru, dan Penyederhanaan Karya tulis ilmiah.
Saran tersebut tentunya ditujukan tidak hanya kepada para pengawas tapi kepada pejabat yang bertugas membina pengawas madrasah yaitu Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.
Hasil investigasi bukan sebatas menghukum pengawas, tapi bagaimana pihak-pihak terkait ikut bertanggungjawab dan memikirkan bagaimana meningkatkan kompetensi pengawas. Selanjutnya, dipikirkan bagaimana peran pengawas memberi efek positif pada peningkatan mutu madrasah.
Eksplorasi konten lain dari Yunandra
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.